Minggu, 29 Desember 2013

Aku Ingin Menjadi Cermin Saja, Menyadarkan Diriku, Dirimu, dan Diri Mereka

Mendekati akhir taun 2013, resolusi terbesarku tahun ini telah tercapai, yaitu WISUDA. Alangkah bahagianya bisa menyandang gelar S.S.T. yaitu Sarjana Sains Terapan pada 10 Oktober lalu. Hal tersebut merupakan pencapaian terbesar selama hidupku ini. Namun, sebenarnya 3 huruf yang bertengger menjadi pemanjang namaku ini, bukanlah hal yang amat kuimpi-impikan selama berada di kampus statistik itu.
Lantas hal apakah yang amat aku impikan di sana? Sulit untuk dijelaskan. Aku ingin merasa lebih diakui dan dihargai oleh orang lain. Namun, selama ini yang terjadi justru berkebalikan dengan yang aku harapkan. Sebuah pengakuan jati diri memang diperlukan bagi seseorang demi mengangkat derajat dan gengsinya. Bukan itu yang aku harapkan. Yang aku tunggu muncul dalam diriku adalah sebuah keberanian. Keberanian untuk mengatasi berbagai macam kata "tidak" dalam kepalaku. Pada dasarnya kata "tidak"-lah yang selama ini membatasi diriku untuk menjadi seseorang yang lebih baik.
Memasuki usia 20 tahun, tepatnya dua tahun yang lalu. Aku sempat kehilangan siapa diriku. Banyak hal yang tidak sepatutnya aku lakukan. Hanya karena sebuah kata "tidak" pada masa lalu. Aku berusaha untuk membalas pikiran yang aku buat sendiri dengan tingkah lakuku yang sangat memalukan. Aku ingin kembali ke masa itu dan memperbaiki kesalahanku. Setidaknya saat ini aku tidak lagi dihantui perasaan bersalah dan terbebas dari perasaan yang makin menyiksaku dan menyisakan berbagai macam pertanyaan dan harapan.
Selama ini, terlalu banyak hal yang aku takuti. Semua itu berawal dari pikiranku. Tidak ada yang menyadari bahwa musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri. Sebenarnya kemampuanku bisa lebih dari ini. Namun entah kekuatan besar dari mana datang dan selalu melemahkanku. Anehnya, aku hanya menyerahkan kepercayaan diriku pada kekuatan yang sebenarnya tidak mampu membunuhku itu.
Hingga tahun-tahun berlalu, aku masih tetap sama dengan segala rasa takut dan keraguanku. Bertambah buruknya dengan sikap dan tingkah lakuku yang semakin kekanakan dan memalukan serta penuh dengan pendosaan kecil besar yang terus menumpuk.
Aku takut. Jelas aku takut. Namun aku kesulitan untuk mengendalikan kekuatan yang melemahkanku itu. Aku merasa aku harus bergerak. Tapi sendi-sendi di tubuhku selalu merasa kaku dan enggan untuk bangkit dari tempatku duduk atau berbaring. Payah!
Aku mencoba berbagai macam hal yang menurutku membuatku tertarik dan bahagia, walau dengan sedikit usaha dan biaya.
Memasak, pada dasarnya aku suka makan. Bukanlah hal sulit bagiku untuk mengolah makanan-makanan rumahan seperti biasa. Aku mulai berkreasi. Lagi-lagi kekuatan malas melebihi segalanya. Enggan untuk mengeluarkan biaya dan sedikit kerja keras. Alhasil, apa yang aku buat hanya "mentok" sampai situ saja. Bosan.
Menulis, itu merupakan hobi lamaku sejak aku mampu menulis. Membaca dan menggambar juga merupakan hal yang pernah aku gemari. Entah mengapa sejak SMA, keinginanku untuk menciptakan tulisan hilang tak berbekas. Kemampuan bacaku menurun. Apalagi kemampuan gambarku yang hanya bertahan hingga bangku SD saja. Aku merasa semua itu baik-baik saja. Aku tidak merasa kehilangan. Terus saja terjadi hingga bangku kuliah berakhir.
Di saat seperti ini, aku merasa hampa. Aku butuh sesuatu untu dapat aku rasakan dan pikirkan. Bukan hanya perasaan galau tak masuk akal yang selama ini menemani tidurku. Aku mencoba peruntungan di freelancer.com. Gerakan terbodoh yang pernah aku pikirkan. Di situ jelas bukan tempat bagi pemula sepertiku. Yang hasil skripsinya saja membingungkan dosen penguji bahkan ditampik karena hanya akan memenuhi mejanya saja. Menyakitkan? Biasa saja. Banyak hal yang lebih dari itu. Itu mungkin hanya 1/10 saja.
Kembali lagi, tidak mampunya aku untuk berada di website kerja lepas seperti itu, membuatku kecewa. Aku ingin mengerjakan sesuatu yang tidak membuatku meninggalkan rumah. Lagi dengan kata "tidak".
Aku pernah membaca, bahwa "Siapapun orang itu yang selalu mendengarkan pada perkataan ayah, ibu, teman, saudara, pendeta, televisi tentang apapun yang mereka akan lakukan, tidak patut untuk mengatakan 'Aku Bosan' kenapa? karena mereka memang pantas mendapatkannya".
Jangan ambil kesimpulan bahwa kita dilarang mematuhi perkataan mereka-mereka tersebut. Tapi ambillah bahwa, jika kita selalu ingin terlihat baik sesuai kriteria mereka, selamanya kita akan berada pada hidup yang mereka kendalikan. Pasti akan membosankan menjadi orang yang selalu melakukan apa yang orang lain harapkan pada kita. Itulah sebabnya, perlu untuk melakukan suatu breakthrough atau terobosan untuk perubahan diri.
Hal ini yang masih ingin sekali aku lakukan. Ingin sekali aku berteriak pada Tuhanku. "Tolong cabutlah rasa malasku ini". Benar-benar mulai membunuhku pelan-pelan. Setiap hari aku merasa selalu memupuknya hingga subur. Sampai akar serabutnya berubah menjadi akar tunggang menancap di sekujur tubuhku. Ingin rasanya seperti mereka. Seperti dia.
Perasaan iri selalu muncul dalam diriku. Iri yang kemudian membuatku marah. Marah pada diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa seperti mereka? Beri aku kesempatan!!! Ingin aku meronta melepaskan diri dari tubuh yang telah terkontaminasi hal-hal buruk ini.
Andai dia tahu. Aku tidak pernah ingin ia pergi dariku. Tapi dia pantas mendapatkan yang lebih baik. Dan aku masih ingin memperbaiki diri. Saat pertama menemukannya. Ya, benar-benar menemukannya. Aku merasa "I would like to talk to him all day and night long". Begitulah. Walau dengan bumbu-bumbu setan yang pedasnya masih membakar pikiranku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Lambat laun aku merasa sudah tidak nampak lagi prospek ke depan dengannya.
Perbedaan. Allah menciptakan perbedaan di muka bumi ini. Aku tidak akan berbicara tentang agama. Aku belum pantas. Ada saatnya aku akan mengisi halaman ini dengan hal itu. Perbedaan, aku harap segalanya bisa berjalan sesuai dengan keinginanku. Baiklah, itu tidak akan baik. Berarti, biarkanlah Allah yang mengatur segalanya. Baik buruknya kita yang tentukan. Aku masih kesulitan untuk menghilangkan sesuatu yang tidak pernah layak aku lakukan. Aku berharap, pengampunan-Nya masih ada untukku. Aku berharap akan bantuan skenario-Nya. Buatlah perasaan itu hilang padanya atau hancurkan saja perasaanku seperti yang sudah-sudah. Agar aku lebih kuat.
Sudahlah aku lelah. Selamat tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar